Kasus insomnia
Nyonya R berusia 49 tahun, dirawat karena selalu merasa murung dan sulit tidur. Ny. R adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara dari sebuah keluarga ningrat dan menjadi kesayangan keluarga. Waktu ia kuliah, sekitar usia dua puluh tahun ia punya pacar yang sangat dicintainya. Hampir tiga tahun mereka berpacaran secara sembunyi - sembunyi karena orang tua tidak setuju karena pemuda itu berasal dari keluarga yang bukan keturunan ningrat, akhirnya keduanya terpaksa memutuskan hubungan mereka atas tuntutan keras orang tua.
Sejak saat itu Nyonya R merasa hidupnya "ngambang" dan "kosong" serta merasa tak ada lagi kebahagiaan lagi dalam hidupnya. Hal itu secara sadar diatasi dengan bekerja sebaik mungkin sehingga ia dikenal dengan rekan - rekannya sebagai karyawati yang pandai dan berprestasi dan sekarang menduduki posisi penting di kantornya. Terhadap pria minatnya seakan - akan hilang dan beberapa kali mengabaikan saran orang tua untuk berkeluarga dengan berbagai alasan. Akhirnya, waktu usia masuk 30 tahun, orang tua menikahkannya dengan seorang duda berusia 46tahun yang istrinya meninggal. Merreka masih ada kaitan keluarga (keturuan ningrat). Waktu itu nyonya R terpaksa menyetujui untuk menikah, mengingat orang tuanya sudah lanjut usia. Sekalipun sudah memiliki tiga orang anak, nyonya R terus terang mengatakan bahwa ia sebenarnya rak begitu mencintai suaminya dan penyesuaian diri diantara mereka mulai membaik setelah 5tahun perkawinan.
Sejak 2tahun yang lalu, nyonya R mengalami sulit tidur, ia tidur paling lama 1 sampai 2 jam, itupun tidak pernah nyenyak. Kalaupun tidur, sering mengalami mimpi-mimpi menakutkan sehingga bangun dengan rasa cemas dan berkeringat. Dia benar-benar ingin bisa tidur dan membayangkan betapa nikmatnya tidur nyenyak tetapi hal itu harus diserrtai kecemasan kalau-kalau mengalami mimpi yang mengerikan seperti yang sering dialaminya.
analisis kasus :
dalam kasus ini Frankl menyarankan agar klien membayangkan bahwa mereka tergerak untukn meninggalkan tempat tidur guna melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan dan tidak disukai, misalnya membersihkan salju di pagi buta. Pekerjaan seperti itu akaan membuat klien menjadi bosan dan cepat tertidur. Akan tetapi saran tersebut harus diberikan kepada klien melalui
cara positif, jangan melalui cara yang negatif. Karena cara yang negatif justru akan membuat pasien terpusat pada masalah, sedangkan cara yang positif mengajak pasien untuk memusatkan perhatiannya pada sesuatu yang positif, pada masalah lain yang ada dalam kehidupan sehari-hari. sehingga kliem dapat diarahkan menuju penemuan makna.
Dengan menggunakan logoterapi dereflection dengan memanfaatkan kemampuan
transendensi diri (self transendence) yang ada dalam diri setiap orang. Dalam transendensi diri ini, seseorang berupaya untuk keluar dan membebaskan diri dari kondisinya itu. Selanjutnya, klien lebih mencurahkan perhatiannya kepada hal-hal yang lebih positif dan berguna baginya. Dengan mengabaikan semua keluhannya, memandangnya secara santai, kemudian mengalihkan perhatian kepada hal-hal lain yang lebih positif dan bermakna, maka gejala hyper-intention dan hyper-reflection pada pola reaksi fight for something biasanya menghilang.
Sumber
Frankl, Emil. 2004. On the theory and therapy of mental disorders: an introduction to logotherapy and existential analysis. Brunner-Routledge 270 Madison Avenue. New York.
No comments:
Post a Comment