A.
Terapi
Rasional Emotif ( Rational Emotive
Therapy)
1. Pengertian
Rational Emotive Therapy
Menurut Gerald Corey
terapi rasional emotif adalah pemecahan masalah yang fokus pada aspek berpikir,
menilai, memutuskan, direktif tanpa lebih banyak berurusan dengan dimensi-dimensi
pikiran ketimbang dengan dimensi-dimensi perasaan.
Selain itu
menurut W.S. Winkel terapi rasional emotif adalah pendekatan konseling yang
menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dengan akal sehat,
berperasaan dan berperilaku, serta menekankan pada perubahan yang mendalam
dalam cara berpikir dan berperasaan yang berakibat pada perubahan perasaan dan
perilaku.
2. Konsep
dasar terapi rasional emotif
Konsep-konsep dasar
terapi rasional emotif ini mengikuti pola yang didasarkan pada teori A-B-C,
yaitu:
A = Activating
Experence (pengalaman aktif) Ialah suatu keadaan, fakta peristiwa, atau
tingkah laku yang dialami individu.
B = Belief
System (Cara individu memandang suatu hal). Pandangan dan penghayatan
individu terhadap A.
C = Emotional
Consequence (akibat emosional). Akibat emosional atau reaksi ndividu positif atau negative.
Menurut
pandangan Ellis, A (pengalaman aktif) tidak langsung menyebabkan timbulnya C
(akibat emosional), namun bergantung pada B (belief system). Hubungan dan teori
A-B-C yang didasari tentang teori rasional emotif dari Ellis dapat digambarkan
sebagai berikut:
A--------C
Keterangan:
--- : Pengaruh tidak langsung
B :
Pengaruh langsung
Teori
A-B-C tersebut, sasaran utama yang harus diubah adalah aspek B (Belief Sistem)
yaitu bagaimana caranya seseorang itu memandang atau menghayati sesuatu yang
irasional, sedangkan konselor harus berperan sebagai pendidik, pengarah,
mempengaruhi, sehingga dapat mengubah pola pikir klien yang irasional atau keliru menjadi pola pikir yang
rasional.
3. Ciri-Ciri
Rational Emotive Therapy
Ciri-ciri tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Dalam
menelusuri masalah klien yang dibantunya, konselor berperan lebih aktif
dibandingkan klien. Maksudnya adalah bahwasannya peran konselor disini harus
bersikap efektif dan memiliki kapasitas untuk memecahkan masalah yang dihadapi
klien dan bersungguh-sungguh dalam
mengatasi masalah yang dihadapi, artinya konselor harus melibatkan diri
dan berusaha menolong kliennya supaya dapat berkembang sesuai dengan keinginan
dan disesuaikan dengan potensi yang dimilikinya.
b. Dalam
proses hubungan konseling harus tetap diciptakan dan dipelihara hubungan baik
dengan klien. Dengan sikap yang ramah dan hangat dari konselor akan mempunyai
pengaruh yang penting demi suksesnya proses konseling sehingga dengan
terciptanya proses yang akrab dan rasa nyaman ketika berhadapan dengan
klien.
c. Tercipta
dan terpeliharanya hubungan baik ini dipergunakan oleh konselor untuk membantu
klien mengubah cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.
d. Dalam
proses hubungan konseling, konselor tidak banyak menelusuri masa lampau klien
4. Tujuan
Rational Emotive Therapy
Tujuan dari terapi ini
adalah sebagai berikut :
·
Memperbaiki dan mengubah sikap,
persepsi, cara berpikir, keyakinan klien yang irrasional menjadi rasional.
·
Menghilangkan gangguan emosional yang
dapat merusak diri (benci, takut, rasa bersalah, cemas, dll).
·
Melatih serta mendidik klien agar dapat
menghadapi kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan rasa percaya diri.
5. Teknik
– teknik Rational Emotive Therapy
Rational Emotive
Behavior Therapy menggunakan berbagi teknik yang bersifat kognitif, afektif,
behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Teknik-teknik Rational Emotive Behavior
Therapy sebagai berikut :
a. Teknik-Teknik
Kognitif
Adalah teknik yang
digunakan untuk mengubah cara berfikir klien, ada empat tahap dalam
teknik-teknik kognitif:
1) Tahap
Pengajaran
Dalam RET, konselor
mengambil peranan lebih aktif dari pelajar. Tahap ini memberikan keleluasaan
kepada konselor untuk berbicara serta menunjukkan sesuatu kepada klien,
terutama menunjukkan bagaimana ketidak logikaan berfikir itu secara langsung
menimbulkan gangguan emosi kepada klien tersebut.
2) Tahap
Persuasif
Meyakinkan klien untuk
mengubah pandangannya karena pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Dan
Konselor juga mencoba meyakinkan, berbagai argumentasi untuk menunjukkan apa
yang dianggap oleh klien itu adalah tidak benar.
3) Tahap
Konfrontasi
Konselor mengubah
ketidak logikaan berfikir klien dan membawa klien ke arah berfikir yang lebih
logika.
4) Tahap
Pemberian Tugas
Konselor memberi tugas kepada
klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya,
menugaskan klien bergaul dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari pergaulan atau membaca
buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya berfikir.
b. Teknik-Teknik Emotif
Teknik-teknik emotif
adalah teknik yang digunakan untuk mengubah emosi klien. Antara teknik yang
sering digunakan ialah:
1) Teknik
Sosiodrama
Memberi peluang
mengekspresikan berbagai perasaan yang menekan klien itu melalui suasana yang didramatisasikan
sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan,
tulisan atau melalui gerakan dramatis.
2) Teknik
Self Modelling
Digunakan dengan
meminta klien berjanji dengan konselor untuk menghilangkan perasaan yang
menimpanya. Dia diminta taat setia pada janjinya.
3)
Teknik Assertive Training
Digunakan untuk
melatih, mendorong dan membiasakan klien dengan pola perilaku tertentu yang
diinginkannya.
c. Teknik-Teknik
Behaviouristik
Terapi Rasional Emotif
banyak menggunakan teknik behavioristik terutama dalam hal upaya modifikasi
perilaku negatif klien, dengan mengubah akar-akar keyakinannya yang tidak
rasional dan tidak logis, beberapa teknik yang tergolong behavioristik adalah:
1) Teknik
reinforcement (penguatan), yaitu:
untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan
jalan memberikan pujian verbal (reward)
ataupun hukuman (punishment). Teknik
ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai-nilai dan keyakinan yang
irasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang lebih positif.
2) Teknik
social modeling (pemodelan sosial),
yaitu: teknik untuk membentuk perilaku-perilaku baru pada klien. Teknik ini
dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan
dengan cara mutasi (meniru), mengobservasi dan menyesuaikan dirinya dan
menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan maslah
tertentu yang telah disiapkan konselor.
3) Teknik
live models
Teknik live models (mode kehidupan nyata),
yaitu teknik yang digunakan untuk
menggambar perilaku-perilaku tertentu. Khususnya situasi-situasi interpersonal
yang kompleks dalam bentuk percakapanpercakapan sosial, interaksi dengan
memecahkan maslah-masalah.
Peneliti
menggunakan teknik kognitif dalam melaksanakan Rational Emotive Therapy (RET)
sebab sesuai dengan permasalahan klien yaitu kurangnya rasa percaya diri.
B.
Terapi
Perilaku ( Behaviour Therapy )
1.
Pengertian terapi perilaku
Terapi
perilaku adalah penggunaan prinsip dan paradigm belajar yang ditatpkan secara eksperimental
untuk mengatasi perilaku tidak adaptif. Dalam prakteknya, terapi perilaku
adalah penekanan pada analisis perilaku untuk menguji secara sistematik
hipotesis mana terapi didasarkan.
Terapi perilaku adalah salah satu teknik yang digunakan dalam
menyelesaikan tingkah laku yang ditimbulkan oleh dorongan dari dalam dan
dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup, yang dilakukan melalui
proses belajar agar bisa bertindak dan bertingkah laku lebih efektif, lalu
mampu menaggapi situasi dan masalah dengan cara lebih efektif dan efisien.
Aktifitas inilah yang disebut sebagai belajar.
2.
Konsep dasar terapi perilaku
Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku
manusia. Dalil dasarnya adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa
eksperimen yang dikendalikan dengan cermat akan menyingkap hokum-hukum yang mengendalikan
tingkah laku. Pendekatan behavioristik tidak menguraikan asumsi-asumsi
filosofis tertentu tentang manusia secara langsung. Setiap orang dipandang
memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan negative yang sama. Terapi perilaku
tidak berlandaskan sekumpulan konsep yang sistematik, juga tidak berakar pada
suatu teori yang dikembangkan dengan baik. Pada dasarnya, terapi perilaku
diarahkan pada tujuam-tujuan memperoleh perilaku baru, penghapusan perilaku
yang maladaptive, serta memperkuat dan mempertahankan perilaku yang diinginkan.
3. Tujuan Terapi Perilaku
ü Mengubah
perilaku yang tidak sesuai pada klien
ü Membantu
klien belajar dalam proses pengambilan keputusan secara lebih efisien.
ü Mencegah munculnya
masalah di kemudian hari.
ü Memecahkan
masalah perilaku khusus yang diminta oleh klien.
ü Mencapai
perubahan perilaku yang dapat dipakai dalam kegiatan kehidupannya.
4. Teknik
– teknik terapi perilaku
Untuk mencapai tujuan
dalam proses konseling diperlukan teknik-teknik yang digunakan. Untuk
pengubahan perilaku ada sejumlah teknik yang dapat dilakukan dalam terapi
perilaku yaitu :
a. Disensitisasi
sistematis
Merupakan teknik
relaksasi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara
negative biasanya berupa kecemasan dan menyertakan respon yang berlawanan
dengan perilaku yang dihilangkan dengan cara memberikan stimulus yang berangsur
dan santai
b. Terapi
Implosif
Dikembangkan atas dasar
pandangan tentang seseorang yang secara berulang-ulang dihadapkan pada situasi
kecemasan dan konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan ternyata tidak muncul
maka kecemasan akan hilang. Atas dasar itu klien diminta untuk membayangkan
stimulus-stimulus yang menimbulkan kecemasan
c. Latihan
Asertif
Digunakan untuk melatih
individu yang mengalami kesulitan untuk menyatakan dirinya bahwa tindakannya
layak atau benar
d. Pengkondisian
Aversi
Digunakan untuk
meredakan perilaku simptomatik dengan cara menyajikan stimulus yang tidak
menyenangkan, sehingga perilaku yang tidak dikehendaki tersebjut terhambat
kemunculannya
e. Pembentukan
Perilaku Model
Digunakan untuk
membentuk perilaku baru pada klien, memperkuat perilaku yang sudah terbentuk
dengan menunjukan kepada klien tentang perilaku model, baik menggunakan model
audio, model fisik atau lainnya yang dapat teramati dan dipahami jenis perilaku
yang akan dicontoh
f. Kontrak
Perilaku
Adalah persetujuan antara dua orang
atau lebih (konselor dan klien) untuk mengubah perilaku tertentu pada klien.
Dalam terapi ini konselor memberikan ganjaran positif dipentingkan daripada
memberikan hukuman jika kontrak tidak berhasil
C. Terapi Kelompok (group therapy)
Pada tahun 1910 Jacob Mareno
(Psikiater Austria) menggunakan teknik teater untuk mengembangkan interaksi dan
spontanitas pasien dengan membawa problemnya pada setting kelompok, psikodrama
(terapi kelompok).
Harleigh B. Trecker mengatakan bahwa
terapi kelompok merupakan suatu metode khusus yang memberikan kesempatan kepada
individu-individu dan kelompok-kelompok untuk tumbuh dalam
setting-setting fungsional pekerjaan sosial, rekreasi serta pendidikan. Karena
banyaknya pasien yang datang pada terapis, maka terapis menggunakan perawatan
dalam kelompok. Faktor dinamik yang berkembang dalam situasi kelompok itu
sendiri menampilkan faktor-faktor yang baru yang oleh beberapa terapis
menganggap suatu kelebihan terhadap terapi individual.
1. Bentuk
– bentuk terapi kelompok
a.
Kelompok Eksplorasi Interpersonal:
Tujuan adalah mengembangkan kesadaran diri tentang gaya hubungan interpersonal
melalui umpan balik korektif dari anggota kelompok yang lain. Pasien diterima
dan didukung, oleh karena itu dapat meningkatkan harga diri. Tipe ini yang
paling umum dilakukan.
b. Kelompok
Bimbingan Inspirasi: Kelompok yang sangat terstruktur
kohesif, mendukung, yang meminimalkan pentingnya tilikan, dan memaksimalkan
nilai diskusi didalam kelompok dan persahabatan. Kelompoknya mungkin saja besar
(missal, Alcoholic Anonymus). Anggota kelompok dipilih
seringkali karena mereka “mempunyai problem yang sama”
c. Terapi
Berorientasi Psikoanalitik: Suatu teknik kelompok dengan
struktur yang longgar, terapis melakukan interprestasi tentang konflik nirsadar
pasien dan memprosesnya dari observasi interaksi antar anggota kelompok.
2. Teknik-teknik
terapi kelompok
a. Psychodrama
Techniques
Pasien didorong untuk memainkan
suatu peran emosional di depan para penonton tanpa dia sendiri dilatih
sebelumnya. Tujuannya adalah membantu seorang pasien atau sekelompok pasien
untuk mengatasi masalah-masalah pribadi dengan menggunakan permainan peran, drama,
atau terapi tindakan. Melalui cara-cara ini pasien dibantu untuk mengungkapkan
perasaan-perasaan tentang konflik, kemarahan, agresi, perasaan bersalah, dan
kesedihan.
b.
T-Group Techniques
Salah satu kontribusi utama dari Training (T)
kelompok untuk para klien adalah memahami proses pengambilan keputusan mereka
sendiri. Kelompok diminta untuk berdiskusi mengenai pengalaman mereka,
mengeksplorasi pola kepemimpinan, resolusi konflik, dan proses pengambilan
keputusan.
c.
Encounter Techniques
Bertujuan untuk membantu mengembangkan kesadaran
diri dengan berfokus pada cara bagaimana para anggota kelompok berhubungan satu
sama lain dalam suatu situasi dimana didorong untuk mengungkapkan
perasaan-perasaan secara terus-terang. Hanya ditujukan kepada orang yang
menyesuaikan diri dengan baik, berusaha memajukan pertumbuhan pribadi,
meningkatkan kesadaran mengenai kebutuhan-kebutuhan dan peresaan-perasaan
mereka sendiri serta cara-cara mereka berhubungan dengan orang lain.
d.
Behavioral Techniques
Banyak teknik behavior seperti modelling, pelatihan keterampilan,
memecahkan masalah dan relaksasi juga digunakan dalam terapi kelompok. Peserta
akan mendapatkan ide-ide untuk bagaimana menangani situasi. Situasi dapat
dilatih berulang-ulang sampai peserta merasa puas dengan kemampuannya untuk
berperilaku asertif.
e.
Dance and Art Therapy
Teknik ini akan mendorong kesadaran tubuh, gerakan
kreatif, dan interpersonal empati. Anggota kelompok berpasang-pasangan,
kemudian satu orang mengambil peran sebagai pemimpin dan pengikutnya mencoba
untuk menjadi bayangan cermin dari pemimpin dan mengikuti bayangan pemimpin
semirip mungkin. Mematung adalah teknik terapi seni dimana peserta diminta
untuk mematung yang merupakan representasi dari diri mereka sendiri, keluarga
mereka, dunia mereka, masalah mereka, dan kemudian menceritakan hasil dengan
anggota kelompok lainnya.
Sumber
:
Corey, G.
(2009). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung:
Refika Aditama.
Gunarsa,
S. D. (2007). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.
Semiun,
Y. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius.
staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/isti-yuni.../rational-emotive-therapy.pdf
W. S.
Winkel. (1988). Bimbingan konseling di
institusi pendidikan. Yogyakarta: PT Grasindo Persada